Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno.
Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta
etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata),
etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Pengertian etika menurut beberapa ahli :
·
Drs. O.P. Simorangkir, etika atau etik dapat
diartikan sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai
baik.
·
Drs. Sidi Gajabla dalam sistematika filsafat
mengartikan etika sebagai teori tentang tingkah laku, perbuatan manusia
dipandang dari segi baik dan buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
·
H. Burhanudin Salam berpendapat bahwa etika
merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
·
Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1995 ), etika
adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
PENGERTIAN PROFESIONALISME
Profesionalisme (profésionalisme) ialah
sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara pelaksanaan sesuatu dan lain-lain)
sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau dilakukan oleh seorang
profesional. Profesionalisme berasal daripada profesion yang bermakna
berhubungan dengan profesion dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, (KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku,
kepakaran atau kualiti dari seseorang yang profesional (Longman, 1987).
Contoh Kasus :
Seorang
siswi kelas I SMP berumur 13 tahun, hamil 1 bulan akibat perkosaan. Akibatnya
korban mengalami depresi. Orangtua ingin agar janin diaborsi, kemudian
berkonsultasi ke dokter. Dokter setelah mengadakan pertimbangan dengan tim ahli
(dokter, ahli agama dan psikiater) memutuskan setuju untuk melakukan aborsi.
Namun, walaupun tim ahli telah setuju, orang tua masih bingung karena
menurutnya agama dan hukum melarang aborsi.
Analisa
Menurut etika kedokteran, setiap dokter harus
menghormati setiap makhluk hidup. Namun karena masih terdapat pertentangan
maksud pasal dan sumpah dokter yang berkaitan dengan waktu dimulainya
suatu awal kehidupan, maka dalam etika kedokteran, pelaksanaan aborsi dalam
kasus ini diserahkan kembali kepada hati nurani masing-masing dokter.
Dalam etika profesionalisme, apabila seorang
dokter tidak memberanikan dirinya untuk melaksanakan tindakan aborsi, maka
dokter tersebut dapat merekomendasikan pelaksanaan aborsi tersebut kepada
dokter lain yang kompeten di bidangnya, dengan tetap memantau dan bertanggung
jawab atas keselamatan dan perkembangan pasien selanjutnya.
Republik Indonesia yang berdasarkan hukum
telah membuat hukum yang mengatur aborsi, dalam KUHP dan UU Kesehatan. KUHP
menyatakan segala macam bentuk aborsi dilarang, bahkan dengan tujuan
menyelamatkan nyawa Ibu. Sementara UU Kesehatan menyatakan pembolehan aborsi
apabila nyawa Ibu dapat terancam apabila kehamilan diteruskan lebih lanjut.
Dilihat dari sudut pandang agama, secara umum
agama Islam tidak membolehkan pelaksanaan aborsi. Namun, fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menyatakan antara lain, kehamilan akibat perkosaan dapat
digugurkan, apabila usia kehamilan tidak lebih dari 40 hari. Hal ini pun harus
ditetapkan oleh tim yang berwenang yang terdiri dari keluarga korban, dokter,
dan polisi. Hal ini mungkin didasarkan pada pertimbangan bahwa depresi yang
diderita pasien akan mencapai tahapan yang lebih buruk, misalnya mengarah ke
percobaan bunuh diri, jika kehamilan diteruskan.
Depresi pada kehamilan memang mempengaruhi
perkembangan janin dan perkembangan bayi pada tahap-tahap awal kelahiran, namun
tidak berpengaruh luas pada tumbuh kembang anak selanjutnya. Masalah mungkin
hanya berupa masalah psikologis, namun secara fisik ibu hamil yang depresi tidak
mempunyai dampak yang membahayakan selain bunuh diri apabila memang tingkat
depresinya sudah menngkhawatirkan.
Kesimpulan:
Menurut etika dan profesionalisme kedokteran,
serta agama, pelaksanaan aborsi pada kasus ini dapat diperbolehkan, karena
memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan. Namun menurut hukum hal
ini masih rancu. Ada ketidakcocokan antara KUHP dengan UU Kesehatan, padahal
sebagai dokter ada aturan-aturan hukum tertentu yang wajib dipatuhi.
Dengan
alasan medis tertentu yang berhubungan dengan keselamatan nyawa ibu, memang
tindakan aborsi diperbolehkan. Aborsi yang dibenarkan secara hukum adalah
apabila kehamilan mengancam jiwa dan keselamatan ibu. Sehingga, dalam kasus ini
pasien sebaiknya disarankan untuk meneruskan kehamilannya. Depresi dan trauma psikologis selanjutnya dapat ditangani
dengan terapi psikologis.
Sumber: