Sabtu, 16 Juni 2012

Dugderan Merupakan Kebudayaan Semarang untuk Menyambut Bulat Ramadhan

Dugderan merupakan festival untuk menandai dimulainya ibadah puasa di bulan Ramadan yang diadakan di Kota Semarang. Perayaan yng telah dimulai sejak masa kolonial ini dipusatkan di daerah Simpang Lima. Perayaan dibuka oleh wali kota dan dimeriahkan oleh sejumlah mercon dan kembang api (nama "dugderan" merupakan onomatope dari suara letusan).
Pada perayaan ini beragam barang dijual (semacam pasar malam) dan pada masa kini sering diikutkan berbagai sponsor dari sejumlah industri besar. Meskipun demikian, ada satu mainan yang selalu terkait dengan festival ini, yang dinamakan "warak ngendok".

Perpaduan tiga budaya Jawa, China, dan Arab bertemu pada acara “Dugderan” Semarang, pawai yang menandai tepat satu hari sebelum Ramadhan.

Kata Dugder adalah tiruan bunyi (onomatope) dari perpaduan bunyi bedug dan bunyi meriam. “Dug” diasumsikan bunyi bedug, sedangkan “Der” diasumsikan sebagai bunyi meriam. Biasanya, baik bedug maupun meriam dibunyikan sehari sebelum Ramadan tiba.

Adalah Kanjeng Bupari RMTA Purbaningrat yang pertama kali menggagas tradisi dugderan pada tahun 1881. Pasalnya, sering terjadi perbedaan pendapat sesama warga tentang kapan sebenarnya bulan Ramadan tiba. Ia kemudian membunyikan bedug dan meriam masing-masing tiga kali di halaman Masjid Agung Semarang (kini masjid Kauman).

Semakin lama, tradisi dugderan semakin menyita perhatian warga. Bahkan, karena acara ini ramai dikunjungi warga, pedagang dari berbagai daerah datang untuk berjualan. Selain pedagang makanan dan minuman, souvenir juga banyak dijajakan. Kini, permainan anak juga menjadi suguhan bagi pengunjung tradisi dugderan.

Berbagai format kegiatan kini mengalami perubahan. Misalnya, kini dugderan tidak hanya dilakukan sehari menjelang Ramadan, tetapi seminggu sebelumnya. Kegiatannya pun semakin variatif. Pasar rakyat dan karnaval adalah dua kegiatan yang jadi suguhan wajib. Karena komplek Masjid Kauman kini semakin padat, lokasi dugderan dipindahkan di depan Balaikota di Jalan Pemuda.

Karnaval diikuti oleh pasukan merah putih, drum band, pasukan pakaian adat “binneka tunggal ika” , meriam , warak ngendok dan berbagai kesenian yang ada di Kota Semarang. Ciri khas acara ini adalah Warak Ngendok sejenis binatang imajiner bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik emas. Visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna – warni.

Jalannya Upacara
Sebelum pelaksanaan dibunyikan bedug dan meriam di Kabupaten, telah dipersiapkan berbagai perlengkapan berupa bendera, karangan bunga untuk dikalungkan pada 2 (dua) pucuk meriam yang akan dibunyikan, obat Inggris (Mesiu) dan kertas koran yang merupakan perlengkapan meriam, dan gamelan yang disiapkan di pendopo Kabupaten.

Adapun petugas yang harus siap di tempat adalah pembawa bendera, petugas yang membunyikan meriam dan bedug, niaga ( pengrawit), dan pemimpin upacara, biasanya Lurah/Kepala Desa setempat.
Tahun ini, upacara dugderan kembali dilaksanakan di halaman Balaikota sejak seminggu menjalang Ramadan.  Upacara dipimpin langsung oleh Walikota Semarang yang berperan sebagai Adipati Semarang.
Setalah upacara selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan Prosesi/Karnaval yang diikuti oleh Pasukan Merah Putih, Drum band, Pasukan Pakaian Adat “ Bhinneka Tunggal Ika “, Meriam, Warak Ngendog dan berbagai kesenian yang ada di kota Semarang.

Dengan bergemanya suara bedug dan meriam inilah masyarakat kota Semarang dan sekitarnya mengetahui bahwa besok pagi dimulainya puasa tanpa perasaan ragu-ragu. Anda tertarik mengikuti dugderan?

sumber :
  • http://portalsemarang.com/dugderan-pepeling-datangnya-ramadan
  • http://www.bisnis-jateng.com/index.php/2011/07/dugderan-perpaduan-tiga-budaya/
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Dugderan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar