Ondel-ondel. Boneka raksasa yang tingginya sekitar
2,5 meter dengan garis tengah rata-rata hampir 1 meter ini adalah
bentuk pertunjukan rakyat Betawi. Dulu, ondel-ondel berfungsi sebagai
penolak bala, tapi sekarang Ondel-ondel hanya sebagai penyemarak sebuah
pesta. Seperti pada perayaan hari ulang tahun ke 483 hari Selasa
(22/6), ondel-ondel hadir di Balaikota.
Jakarta memang punya daya
pesona luar biasa. Kedudukannya sebagai ibukota Negara Indonesia telah
memacu perkernbangannya menjadi pusat pemerintahan, pusat
perdagangan, pusat perindustrian, dan pusat kebudayaan. Jakarta
menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru
Nusantara dan juga dari manca negara.
Unsur. seni budaya yang
beranekaragam yang dibawa serta oleh para pendatang itu menjadikan
wajah Jakarta semakin memukau, bagaikan. sebuah etalase yang
memampangkan keindahan Jakarta ratna manikam yang gemerlapan. lbarat
pintu gerbang yang megah menjulang, Jakarta telah menyerap ribuan
pengunjung dari luar dan kemudian bermukim sebagai penghuni tetap.
Lebih
dari empat abad lamanya arus pendatang dari luar itu terus mengalir
ke Jakarta tanpa henti-hentinya. Bahkan sampai detik inipun kian hari
tampak semakin deras, sehingga menambah kepadatan kota. Pada awal
pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali,
Maluku, Melayu, dan dari beberapa daerah lainnya, di samping
orang-orang Cina, Belanda, Arab, dan lain-lain, dengan sebab dan tujuan
masing- masing. Mereka membawa serta adat-istiadat dan tradisi
budayanya sendiri Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar
penduduk, adalah bahasa Melayu dan bahasa Portugis Kreol, pengaruh
orang-orang Portugis yang lebih dari satu abad malang melintang
berniaga sambil menyebarkan kekuasaanya di Nusantara.
Di Jakarta
dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku bangsa,
bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya masing-masing
kehilangan ciri-ciri budaya asalnya. Akhirnya sernua unsur itu luluh
lebur menjadi sebuah kelompok etnis baru yang kemudian dikenal dengan
sebutan masyarakat Betawi.
Dari masa ke masa masyarakat Betawi
terus berkembang dengan ciri-ciri budayanya yang makin lama semakin
mantap, sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Namun bila
dikaji pada permukaan wajahnya sering tampak unsur-unsur kebudayaan
yang menjadi sumber asalnya. Jadi tidaklah mustahil bila bentuk
kesenian Betawi itu sering menunjukkan persarnaan dengan kesenian
daerah atau kesenian bangsa lain.
Bagi masyarakat Betawi
sendiri, segala yang tumbuh dan berkembang ditengah kehidupan seni
budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri seutuhnya, tanpa
mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk
kebudayaannya itu. Demikian pulalah sikap terhadap keseniannya sebagai
salah satu unsur kebudayaan yang paling kuat mengungkapkan ciri-ciri ke
Betawiannya, terutama pada seni pertunjukkannya.
Berbeda
dengan kesenian kraton yang merupakan hasil karya para seniman di
lingkungan istana dengan penuh pengabdian terhadap seni, kesenian
Betawi justru tumbuh dan berkernbang di kalangan rakyat secara spontan
dengan segala kesederhanaannya. Oleh karena itu kesenian Betawi dapat
digolongkan sebagai kesenian rakyat. Salah satu bentuk pertunjukan
rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalarn pesta-pesta rakyat adalah
ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek
moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.
Ondel-ondel
yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis
tengah ± 80 cm, dibuat dari anyarnan barnbu yang disiapkan begitu rupa
sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau
kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel
laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan
warna putih Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang
terdapat di beberapa daerah lain. Di Pasundan dikenal dengan sebutan
Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, di Bali barong
landung.
Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak
sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa. Semula ondel-ondel
berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang
gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk to
menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu
terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun.
Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap
bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan yang bernama
Jakarta.
TULISAN LAIN TENTANG ONDEL-ONDEL
Yang
menarik adalah semua alat-alat musik itu dibuat sendiri. Gendang dari
kayu, kenong dan kempul dibuat dari plat seng. Kini, ada juga yang
menambahkan instrumen gesek yang asalnya dari gambang kromong, namanya
tekyan. Kecuali bahan, yang kini bisa dibikin dari fiberglass,
pertunjukan Ondel-ondel tak banyak berubah dari dulu. Gaya tarinya
hanya goyang kiri-kanan, lirik musiknya masih yang dulu-dulu juga.
Misalnya lagu Lenggang-lenggang Kangkung, Kicir-kicir, atau Srikuning.
Memang bisa saja dikombinasi dengan lagu dangdut. “Tapi kayaknya
kurang pas,” ucapYassin. Aslinya menuru Yasin lagi, Ondel-ondel tidak
ada lagu-lagunya, tapi hanya diiringi kendang pencak silat saja. Tapi
dalam perkembangannya lagi, ada juga yang mengkombinasikannya dengan
musik gambang kromong atau musik tanjidor.
Namun kekhasan
Ondel-ondel tidak cuma dari penampilan bonekanya maupun musik
pengiringnya. Tapi bagi mereka yang percaya, Ondel-ondel punya
pengaruh magis. Menurut Asmawi, sebelum diarak, Ondel-ondel punya
syarat-syarat. Selain ada yang khotbah dulu, juga dikasih minum. Bisa
diberi minum air kelapa hijau, air putih, sampai kopi manis maupun
pait. Kadang-kadang diberi juga bahan-bahan dapur seperti telur, juga
rokok. Menurut Asmawi, yang memperkirakan Ondel-ondel sudah ada sejak
zaman VOC Belanda, Ondel-ondel sekarang sering minta coca cola.
“Memang
Ondel-ondel minum tidak kelihatan, tapi dia kan minta. Setelah dia
minum, kemudian saya yang menghabiskan minuman itu,” ujar Asmawi, yang
cara memberi minuman Ondel-ondel dengan menaruhkannya di dalam
kerangka tubuhnya. Konon menurut Asmawi lagi dulu sih Ondel-ondel bia
sumber : Beritabudaya.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar